Monday, January 25, 2010

Akan Segera Terbit

Perjoeangan Kita

Penulis: Soetan Sjahrir



Dalam Perjuangan Kita, Sjahrir mengatakan bahwa “Revolusi nasional itu hanya buntutnya daripada revolusi demokrasi kita. Bukan nasionalisme harus nomor satu, akan tetapi demokrasi...” Dengan itu Sjahrir mau menegaskan bahwa kemerdekaan dan kebangsaan Indonesia bukan lahir dari nasionalisme melainkan dari perjuangan kedaualatan rakyat. Nasionalisme hanyalah buntut, nasionalisme adalah perasaan atau sentimen akhir yang menggumpal sebagai hasil dari suatu proses politik populer. Yang mula selalu adalah rakyat yang berjuang, untuk kemudian memandang dirinya sebagai subyek yang terbebaskan menyatakan dirinya dalam suatu identitas kebersamaan dan merumuskan tujuan-tujuan bersamanya sendiri. Inilah substansi dari kebangsaan Indonesia. Oleh karena itu, identitas ke-Indonesiaan tidak terbentuk berdasarkan suatu pandangan mengenai kolektifitas, melainkan pandangan mengenai kemerdekaan, emansipasi dan martabat manusia. Ini ditegaskan kembali oleh Sjahrir ketika ia mengatakan: “Hanya semangat kebangsaan yang dipikul oleh perasaan keadilan dan kemanusiaan dapat mengantar kita maju di dalam sejarah dunia.

Dengan demikian di sini jelas, bagi Sjahrir nasionalisme bukanlah sebuah orientasi etis lengkap yang bisa dijadikan sandaran bagi suatu pandangan politik kebangsaan yang komprehensif. Nasionalisme adalah residu yang muncul dalam gejolak emansipatoris yakni gerakan rakyat dalam suatu kurun historis. Dalam tradisi yang berkembang hingga kini di Indonesia, kemerdekaan Indonesia sering disalahpahami sebagai hasil dari nasionalisme. Kemerdekaan bahkan sering disalahpahami sebagai semata-mata ‘nasionalisme’. Padahal kemerdekaan adalah hasil dari perjuangan rakyat, kemerdekaan adalah hasil dari suatu –dalam istilah Sjahrir- revolusi demokrasi, bukan nasionalisme. Dengan itu nasionalisme tunduk pada kedaulatan rakyat dan demokrasi. Nasionalisme tidak akan muncul tanpa adanya ‘popular will’ untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan, demokrasi adalah ‘tuan’ atas nasionalime.

Lebih jauh lagi, bagi Sjahrir, nasionalisme yang dilepaskan dari ‘tuan’ demokrasinya adalah nasionalisme yang mengandung monster kemanusiaan di dalamnya. Dalam suatu momen historis tertentu, nasionalisme bisa dengan gampang merosot menjadi kebencian dan kebengisan terhadap golongan lain. Dalam tahap ini, nasionalisme yang merosot justru bertentangan dengan kedaulatan rakyat sendiri. Di sinilah orientasi etis akan yang universal diperlukan. Sjahrir menyebut ideal keadilan dan kemanusiaan sebagai syarat akan yang universal itu. Dengan demikian, di dalam Sjahrir kita mesti memikirkan setidaknya empat ideal dasar kepolitikan yakni: yang pertama dan utama adalah kedaualatan rakyat (demokrasi) yang terekspresi dalam semangat emansipasi/kemerdekaan. Kedua adalah kebangsaan Indonesia yang merupakan artikulasi kolektif dari emansipasi dan demokrasi. Ketiga adalah keadilan. Keempat adalah kemanusiaan.

Di titik inilah maka kita sampai pada suatu kesimpulan –yang dalam selera politik Indonesia bersifat kontroversial- bahwa dalam kebangsaan Sjahririan (juga Hatta) Indonesia merdeka justru hanya bisa tumbuh berdiri dan langgeng apabila menolak nasionalisme. Indonesia merdeka harus melampaui nasionalisme. Di titik ini –untuk mengantisipasi pemahaman keliru yang terlanjur berkembang dalam tradisi pemikiran di Indonesia- kita mesti menjawab persoalan pokoknya: apakah dengan menolak nasionalisme, Sjahrir menolak atau tidak patriotik?

Robetus Robet

dikutip dari
kata Pengantar pada Buku Pemikiran Politik Soetan Sjahrir dan Partai Sosialis Indonesia
tentang Sosialisme Demokratis
(2009)

No comments:

Post a Comment