Monday, February 15, 2010

Tentang Diskusi Merebut Kembali yang Commons

Hujan tiba tiba turun deras pada kamis sore (11/02), namun itu tidak menjadi halangan bagi kami untuk tetap melaksanakan acara diskusi perdana Anjing Galak Penerbitan, anjing tidak pernah takut akan hujan. Pembicara kita untuk diskusi kali ini, Brad Simpson merupakan seorang mantan aktivis HAM dari Amerika Serikat yang sekarang menjadi asisten profesor untuk bidang sejarah dan hubungan Internasional di Princeton University, AS. Salah satu bukunya berjudul Economists with Guns akan segera diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.


Teman teman ada yang sudah menunggu sedari siang dan ada juga yang baru datang, beberapanya ada yang pula yang kebasahan karena hujan, mereka antara lain datang dari organisasi organisasi dari Forum Aktivis Badung, Jaringan Anti Autoritarian, Buletin Kampus Tiga, KKBM Unpar, tuan rumah UKM Media Parahyangan dan UKM Pusik Parahyangan.

Dimulai dengan pembahasan secara kilat buku Merebut Kembali yang Common karya Naomi Klein, lalu dilanjutkan dengan pengenalan singkat masing-masing peserta diskusi yang tampak tak sabar lagi untuk berdiskusi. Seolah hujan yang tanpa ampun menderai dan membuat bising ruangan Media Parahyangan tak lagi dapat menghalangi.


“Saya mengenal politik dari Noam Chomsky dan grup Public Enemy.” Tutur Brad saat diskusi semakin menghangat walau hujan diluar justru semakin deras menderai. Baginya Naomi Klein merupakan salah satu pemikir penting dalam dunia aktivisme internasional saat ini. “Naomi klein adalah seorang pemikir yang paling penting saat ini, serta radikal tanpa perlu ada satupun idiologi yang dianutnya.” Dengan bahasa Indonesianya yang cukup jelas walau agak terbata-bata Brad mulai membahas beberapa hal seperti dunia aktivisme di Amerika Serikat yang pernah ia dan istrinya pernah jalani hingga yang kontemporer saat ini.


Para peserta juga memaparkan kondisi dunia aktivisme lokal, mulai dari kondisi mengapa mereka memilih jalan aktivisme era 90an, hingga yang kondisi dan masalah kekinian. diskusi pun nampak seperti studi banding antar gerakan aktivisme Indonesia-Amerika. Brad menekankan pentingnya memiliki suatu masalah bersama untuk dijadikan pemacu gerakan aktivisme lokal, juga untuk membangun komunikasi antar gerakan aktivisme.


Dua Jam diskusi penuh keasikan itu harus berhenti karena ruangan sudah begitu sesak dengan asap rokok dan Brad sendiri masih harus disibukkan dengan acara lainnya. Hujan masih belum berhenti seperti halnya niatan kami untuk mengadakan diskusi yang lain di kemudian hari. Nantikanlah.

1 comment:

  1. diskusi - diskusi seperti ini harus tetap digiatkan dalam kehidupan kampus....
    agar mahasiswa lebih paradigmatik dalam melihat persoalan

    ReplyDelete